Menanam kangkung di sekolah, bagi sebagian orang, mungkin terdengar sederhana. Namun, bagi kami para guru dan murid di sekolah ini, kegiatan berkebun ternyata memiliki makna yang lebih dalam. Tidak hanya sekadar menanam benih dan menunggu tumbuh, kegiatan ini memberikan banyak manfaat yang tidak terduga, terutama dalam hal pengembangan sensorik dan motorik anak-anak. Bagi mereka, kegiatan ini adalah petualangan kecil yang membuka banyak wawasan dan pengalaman baru.
Kegiatan berkebun ini hampir selalu dilakukan setiap hari Rabu. Di setiap minggu yang cerah, anak-anak berkumpul di halaman sekolah dengan semangat yang tinggi. Dalam kegiatan berkebun ini mereka tidak perlu membawa peralatan dari rumah, karena semua peralatan sudah disediakan oleh sekolah. Mereka hanya diminta membawa topi untuk melindungi kepala dari sinar matahari yang terik. Topi kecil dengan berbagai warna itu menjadi aksesoris yang membuat mereka tampak semakin ceria.
Sebelum memulai kegiatan, kami selalu memiliki rutinitas kecil yang membuat suasana semakin seru. Setiap murid dan guru mengoleskan minyak telon di tangan dan kaki mereka. “Agar bebas dari nyamuk,” kata saya sambil tersenyum. Kegiatan ini memang tak bisa dipisahkan dari kehadiran nyamuk di sekitar kebun. Dengan minyak telon, kami pun merasa lebih nyaman, dan siap melanjutkan petualangan berkebun tanpa khawatir digigit nyamuk.
Begitu semuanya siap, kami pun mulai menggali tanah di bedengan yang telah disiapkan. Anak-anak dengan penuh semangat memegang alat berkebun seperti sekop mini dan cangkul. Mereka menggali tanah dengan hati-hati, mencoba untuk membuat lubang kecil tempat benih kangkung akan ditanam. Saya mengarahkan mereka untuk menggali tanah dengan cara yang benar, agar benih bisa tumbuh dengan baik. Selama proses ini, mereka belajar bagaimana mengontrol gerakan tangan dan mengembangkan keterampilan motorik halus mereka. Tak jarang ada murid yang sedikit ceroboh, tetapi itu bagian dari proses belajar. “Ayo, coba lagi, lebih hati-hati,” kata saya dengan sabar, memberikan dorongan.
Tidak hanya motorik halus yang terasah, tetapi kegiatan ini juga melibatkan banyak pengalaman sensorik. Saat menggali tanah, anak-anak merasakan tekstur tanah yang lembab dan dingin. Ada yang merasa tanah itu licin, ada yang merasa agak gatal karena tanah yang sedikit berpasir menempel di tangan mereka. Mereka mulai mengenal beragam tekstur alami dan mengasah kemampuan sensorik mereka. “Tanahnya agak kasar, Miss,” ujar seorang murid sambil memegang tanah dan meraba-raba. Pembelajaran ini mengajarkan mereka untuk lebih peka terhadap lingkungan sekitar.
Setelah tanah digali dengan cukup baik, langkah berikutnya adalah menabur benih kangkung. Saya memberikan benih kecil itu kepada masing-masing anak, dan mereka dengan hati-hati menaruhnya di dalam lubang yang telah dibuat. “Jangan lupa tutup dengan tanah lagi ya, supaya benihnya tidak hilang,” saya mengingatkan mereka. Proses menanam benih ini tidak hanya melibatkan ketelitian, tetapi juga mengajarkan mereka untuk bersabar. Dalam kehidupan sehari-hari, kesabaran adalah hal yang sangat penting, dan berkebun menjadi cara yang menyenangkan untuk belajar tentang hal ini.
Namun, meski kegiatan berkebun ini menyenangkan, tidak semua berjalan dengan mulus. Beberapa tanaman kangkung yang kami tanam terlihat kurang sehat. Ada yang tumbuh kurus, daunnya tampak layu, dan ada juga yang daunnya dimakan ulat. Ini semua terjadi karena kami tidak menggunakan pupuk atau pestisida kimia. Tujuan kami memang untuk mengajarkan anak-anak cara menanam yang alami dan ramah lingkungan, tanpa mengandalkan bahan kimia. Namun, tak dapat dipungkiri, dalam proses ini kami juga menghadapi tantangan. Tidak hanya itu, kami juga menanam kangkung di bulan musim penghujan, sehingga hampir setiap hari hujan turun. Alhasil, anak-anak tidak perlu menyiram tanaman karena tanah sudah cukup basah. Namun, terkadang hujan yang terlalu deras malah menyebabkan tanah menjadi terlalu tergenang, dan beberapa tanaman kesulitan tumbuh dengan baik.
Pada awalnya, anak-anak merasa kecewa melihat kondisi tanaman mereka yang tidak sebaik yang diharapkan. Namun, inilah bagian dari proses pembelajaran. Saya mengajak mereka untuk melihat sisi positif dari keadaan ini. “Ini adalah tantangan yang harus kita hadapi,” saya berkata sambil tersenyum. “Kadang-kadang, meskipun kita sudah berusaha dengan keras, hasilnya tidak selalu sempurna. Tapi itu tidak berarti kita harus menyerah. Justru, ini adalah kesempatan kita untuk belajar lebih banyak lagi.”
Setiap minggu, meski ada beberapa tanaman yang kurang sehat, anak-anak tetap datang dengan semangat. Mereka saling mengingatkan untuk merawat tanaman dengan lebih baik, seperti memeriksa apakah ada hama yang bisa diatasi secara alami, yaitu dengan menaburkan daun-daun kering di sekitar tanaman untuk mengusir hama. Kami juga berdiskusi tentang pentingnya menjaga keseimbangan alam dan bagaimana faktor cuaca bisa mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Mereka mulai belajar bahwa dalam berkebun, tidak hanya kesabaran yang dibutuhkan, tetapi juga kreativitas untuk mencari solusi ketika menghadapi masalah.
Pada akhirnya, meski ada beberapa tantangan yang dihadapi, kegiatan berkebun ini memberi banyak pelajaran berharga. Anak-anak belajar tentang tanggung jawab, kerja keras, dan bagaimana menghadapi masalah dengan kepala dingin. Mereka juga belajar tentang pentingnya menjaga alam dan merawat tanaman dengan cara yang alami. Panen kangkung yang berhasil meski sedikit, tetap menjadi momen yang membanggakan. “Lihat, Miss, ini kangkung yang sudah kita rawat!” seru mereka dengan bangga. Mereka merasa puas karena meskipun ada kendala, mereka tetap berhasil merawat tanaman dengan usaha dan perhatian.
Kegiatan ini ternyata juga memberi manfaat besar dalam perkembangan sensorik dan motorik anak-anak. Dr. Diana Baumrind, seorang psikolog yang terkenal dengan teori perkembangan anak, menyatakan bahwa kegiatan fisik seperti berkebun dapat membantu anak-anak dalam mengembangkan keterampilan motorik kasar dan halus mereka. Selain itu, kegiatan ini juga merangsang indra anak, terutama dalam mengenal tekstur tanah, merasakan suhu, dan mencium aroma tanaman yang tumbuh. Menurut Baumrind, kegiatan semacam ini juga dapat membantu anak-anak dalam meningkatkan rasa tanggung jawab dan kerjasama (Baumrind, 2009).
Secara keseluruhan, menanam kangkung di sekolah kami bukan hanya soal menanam tanaman. Kegiatan ini adalah pengalaman belajar yang menyenangkan yang melibatkan banyak aspek perkembangan anak, mulai dari keterampilan motorik, sensorik, hingga pembelajaran sosial dan emosional. Melalui berkebun, mereka belajar untuk bersabar, berkomitmen, dan bekerja sama. Dan yang terpenting, mereka belajar untuk mencintai alam dan merasakan manfaat dari apa yang mereka lakukan. Dari kegiatan sederhana ini, mereka mendapatkan pelajaran hidup yang berharga.