Finlandia; Sekolah santai,Target tinggi

915

Apa yang ada dalam benak Anda  jika mendengar nama finlandia?

  • Negara dengan pendidikan terbaik di dunia
  • Sekolahnya cuma sebentar
  • Negara paling bahagia sedunia
  • Anak di Finlandia tidak dipaksa belajar tapi belajar sesuai keinginan anak
  • Anak – anak belajar dengan cara main-main saja
  • Sekolah tanpa PR dan ujian
  • Dst

Kalau diurutkan banyak lah, saya ambil dari sisi yang mau saya bahas saja.
Alhamdulillah medio 2019 lalu saya berkesempatan jelajah beberapa negara di Eropa, salah satunya Finlandia. Lawatan pendidikan ini kami lakukan bersama rekan-rekan sesama pendidik dari berbagai daerah di Indonesia untuk menggali inspirasi. Bersyukur kami angkatan ke-8 ini mendapat rezeki paling banyak dibandingkan angkatan sebelumnya, karena kami bisa mendapatkan pengalaman bukan sekedar sharing melainkan masuk kelas ikut pembelajaran, Mulai dari Playgroup, Taman Kanak, Daycare, SD, SMP, SMA, Youth House dan Universitas kami jelajahi serta yang menjadi rezeki banget itu saat kami di pandu oleh para petinggi-nya. Seperti di Aalto University kami di pandu oleh salah satu director lab nya, mengunjungi berbagai workshop di kampus keren itu. 

Di Aalto University setiap minggu nya ada presentasi Start-Up, yang juga akan di hadiri oleh perusahaan yang berniat invest. Bayangkan Anda masih mahasiswa, punya ide gila untuk Start-up maka Anda hanya harus fokus dengan ide Anda itu tanpa pusing memikirkan biaya, karena kampus memfasilitasi agar ide Anda dibayar untuk jadi nyata. Jangan berpikir ini untuk mahasiswa akhir ya, tapi untuk mahasiswa baru pun bisa.

Wah kalau mau menulis tentang Finlandia tidak akan cukup satu artikel, bahkan satu buku pun tak cukup. Terlalu banyak inspirasi sekaligus pil pahit kenyataan tentang Finlandia. Karena bisa jadi apa yang Anda pahami dari apa yang di baca dan dengar tak sesuai ekspektasi Anda ketika datang kesana. 

Oke, saya akan fokus ke tema aja ya, bagaimana Finlandia yang terkenal dengan belajar nya santai ini bisa mempunyai target tinggi. bagaimana lulusan mereka bisa begitu apik nya?
Kolaborasi sikap, pengetahuan serta pemahaman diri sendiri anak – anak Finlandia sangat baik.

Saya terkejut saat masuk kelas lower anak – anak tidak terusik dengan kedatangan kami, mereka tetap fokus belajar DENGAN DUDUK TENANG DI ATAS KURSI dan TANGAN  DI ATAS MEJA. Mendengar serius guru mereka menjelaskan dengan menggunakan PAPAN TULIS.

Saat di Indonesia mulai bergaung agar anak-anak lower di bebaskan cara belajar nya dengan makna yang bias. Di Finlandia makna bebas belajar itu sangat “clear”Selama “dua bulan” benar “dua bulan”, Anda tidak salah baca. Selama “dua bulan” bahkan bisa jadi lebih tergantung anak- anak mereka. Anak – anak belajar tentang ADAB BELAJAR terlebih dahulu, mereka merumuskan mau belajar apa selama setahun, bagaimana sikap yang diterima, bagaimana sikap yang tidak diterima, seperti apa gambaran kelas itu, bagaimana mereka mau berinteraksi satu sama lain, persis kayak mau menjalin hubungan begitu, semua detail dan tertulis. Hingga dalam pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) hampir mustahil akan terjadi pertentangan antara sekolah dan orang tua atau antara guru dan siswa atau antara manajemen sekolah dan guru.

Itu baru satu sisi, yang lebih mencengangkan Saya adalah di Finlandia target belajar tinggi, saya pergi ke salah satu pre-school dan daycare disana yang kebetulan negeri punya. Jadi disana ada sekolah negeri ada sekolah swasta, tapi sekolah swasta juga dibiayai sebagian oleh negara. Karena sekolah swasta harus tunduk dengan ketentuan pendidikan nasional nya juga. Apa bedanya sekolah negeri dengan sekolah swasta? Hampir tak ada kecuali perbedaan di tujuan value sekolahnya. Misalnya, salah satu sekolah swasta yang kami kunjungi adalah sekolah Perancis. Nah sekolah swasta ini mau mengembangkan nilai budaya Prancis, begitu pun bahasa pengantar nya Prancis. Ya hanya itu bedanya,  jomplang banget ya kalau sama di sini.

Kembali ke preschool tadi. Saat datang kesana saya terkejut karena anak – anak mereka itu sudah bisa membaca di usia dini. Saya yang penasaran langsung dong tidak mau menyia-nyiakan kesempatan kenapa mereka nekad membuat anak usia dini mereka bisa membaca secepat itu. Apa mereka tidak takut, anak-anak mereka terkena berbagai gangguan belajar disebabkan anak-anak mereka di gegas. Dan Anda tahu apa reaksi kepala sekolahnya atas pertanyaan saya ini. Beliau bengong sesaat dan tersenyum, beliau bingung kenapa saya berpikir bahwa anak-anak di sekolahnya “digegas”. Beliau pun bertanya apa yang di maksud dengan di gegas itu. Kemudian dengan khas orang Asia saya menjelaskan pikiran saya. Bahwa dengan usia se muda itu bisa membaca, bukankah tak boleh di ajarkan? Bukankah sebaiknya anak di kembangkan dahulu potensi lainnya, dengan begitu anak cinta belajar dan bisa membaca dengan sendirinya.

Beliau pun senyum menenangkan (saya suka melihat cara pendidik di Finlandia ini, cara mereka sungguh menenangkan dan menyejukkan) sambil menjelaskan. Memang mengajarkan calistung kepada anak usia dini itu dilarang, tetapi memfasilitasi anak calistung itu merupakan”keharusan.

“Bagaimana Anda berpikir bahwa memfasilitasi itu sama dengan menggegasnya? Itu sama sekali berbeda. Yang kami lakukan disini adalah memfasilitasi dengan semua yang kami bisa, kemudian dari situ anak tertarik dan minta belajar sendiri, dan itu sangat jauh dari menggegas”

Tak mau salah pemahaman saya pun bertanya lagi “ Tapi Anda disini menyediakan waktu khusus untuk calistung, apakah itu tidak mengajarkan namanya? Apa bedanya?”

Sang Kepala sekolah pun kembali tersenyum memamerkan barisan giginya yang putih “Kami sediakan betul, kami sampaikan betul, tapi kami tidak pernah mengajarkannya, menyediakan dan menyampaikannya adalah fasilitas bukan mengajarkan”

Saya pun terhenyak, baru terbangun dari kesadaran. Ya benar kita suka salah tanggap, ketika para pakar pendidikan itu bilang jangan ajarkan maka bukan berarti tidak sama sekali diberi fasilitas. Melainkan cara kita menciptakan lingkungan, yang menentukan kita sedang memfasilitasi atau sedang mengajar. Bedanya ada di cara.

Itu baru di usia dini, bagaimana usia dasar dan usia menengah? Ini bisa bikin Anda geleng – geleng antara takjub dan gemas. Takjub karena adab anak – anak mereka di semua kelas sama. Adab orang tua kepada guru itu sangat tinggi. Saya serius,  di Finlandia Anda hampir tidak akan menemukan orang tua yang komplain sama guru. Mereka memakai prinsip tabayyun. Asli tabayyun gaya kita muslim, disini saya miris negara yang bukan islam, malah mungkin tidak mengerti ajaran Islam tapi penerapan hidupnya Islami banget.

Di Finlandia menerapkan “kelas yang damai”,  disana yang diperhatikan bukan sekedar hasil  anak – anaknya tetapi juga kualitas gurunya termasuk kualitas kebahagiaan gurunya. Anda tidak akan  mendapati ada guru yang di usik karena tupperware anak nya ketinggalan, guru yang di chat malam – malam karena anaknya mengambek atau guru dilaporkan karena menyelesaikan anak – anak bermasalah.

Orang tua Finlandia itu sangat percaya sekolah dan menghormati guru. Saya agak mulai memahami keterkaitan ini, bagaimana bisa Finlandia yang sekolahnya santai (cuma  sekitar 4 jam sehari) bisa anak – anak nya apik begitu. Ternyata kalau mau belajar terhadap pendidikan Islam inilah namanya “berkah guru”. Sebab dalam Islam tidak hanya kehebatan atau kepintaran sang anak saja yang menentukan keberhasilan pembelajaran tetapi juga keridhoan guru.

Bagi Orangtua di Finlandia mereka menempatkan guru sebagai partner nya yaitu “orang tua kedua” bagi anaknya bukan “pengganti dirinya”, ini tentu akan berbeda sikapnya jika makna pertama dengan makna kedua diterapkan. Mereka juga memposisikan  sekolah menjadi  “rumah kedua” bagi anak mereka. Saat mereka memilih sekolah untuk anaknya (sistem zonasi untuk sekolah negeri, bisa memilih sekolah swasta yang tidak termasuk zona mereka dengan beberapa ketentuan) maka mereka sudah  memahami bahwa mereka harus menghargai makna profesi yang ada di sekolah itu, artinya mereka seakan sami’na wa atho’na.

Terus kalau ada kebijakan atau sikap sekolah atau guru yang tidak berkenan bagaimana dong. masak tidak boleh komplain?
Benaran disana kalau orangtua ada yang kurang sependapat maka mereka akan melakukan tabayyun atau kritik dengan cara yang sangat sopan tanpa menjatuhkan marwah sekolah atau izzah guru. Sebab target para orangtua di Finlandia ini bukan menang – kalah terhadap sekolah, melainkan solusi atas kebermanfaatan bersama.

Sikap mereka di atas tidak mengejutkan sih karena dalam benak para orangtua Finlandia pekerjaan mengajar adalah pekerjaan yang sangat kompleks. Penuh dinamika dan sangat dinamis, karena harus selalu update dengan tantangan zaman serta menentukan peradaban generasi penerus mereka. Sehingga bagi orangtua Finlandia sekolah itu  perlu didukung dalam semua aspek. Bukan memandang sekolah sebagai tempat penitipan anak karena mereka kerepotan mendidik anak atau pun sebagai loundry karena mereka tak sanggup mendidik anak mereka.

Hingga tak heran, jika sikap orang tua Finlandia atas suatu peristiwa atau pun kebijakan sekolah adalah tidak langsung menyalahkan atau pun asumsi atau pun judge. Bahkan pada hal yang menurut kita di Indonesia itu biasa pun tak mereka lakukan. contohnya, saat anak mereka tidak mencapai target pembelajaran yang harus di capai, maka Orangtua Finlandia tidak menyalahkan guru apalagi sampai menuduh guru membeda-bedakan anaknya. Melainkan yang mereka lakukan saat guru mengalami kesulitan mengajar kepada seorang siswa adalah membantu semaksimal mungkin agar anak bisa “breaking limit” hingga target bisa tercapai.

Di Finlandia bukan target yang dikurangi. Melainkan sekolah dan rumah jungkir balik mencari solusi bersama agar anak bisa mencapai targetnya. Disini saya merembes, sedih membayangkan negeri sendiri. Dimana masing – masing saling lempar tanggung jawab dan kesalahan. Hingga tidak heran hasil lulusan kita ya begitu. Wajar sih ini bisa terjadi disana, karena di Finlandia “negara hadir”. Bayangkan satu anak di urus satu negara. maksud nya bagaimana, lain kali ya kita bahas.

Satu lagi hal yang bikin mak nyesss, mereka para orangtua di Finlandia ini  menganggap guru adalah pahlawan kesuksesan bagi anak-anak mereka. Karena itu, tak usah terkejut jika jadi guru disana dapat surat apresiasi dari siswa nya atau para siswa memajang photo guru mereka di kamar. Bahkan ada yang menuliskan nama guru mereka dengan menandai nya sebagai “My Inspiration” karena saking hormat nya siswa kepada guru.

Jadi sangat minim kemungkinan akan mendapati sikap orangtua beranggapan guru sebagai pengasuh atau buruh pendidikan yang harus bertanggung jawab membuat anak mereka hebat. Maka mahasiswa tingkat satu sudah start-up di Finlandia ya tidak heran. Karena kualitas pendidikan nya begitu. Saya tekan kan Pendidikan (pendidikan itu semua aspek. Ada pihak pemerintah, sekolah, orangtua, organisasi sosial atau lembaga masyarakat, dsb) bukan kualitas sekolah. Karena kalau sekolah, banyak sekolah Indonesia kayak sekolah-sekolah di Finlandia mah, salah satunya kayak Sekolah kami tapi sistem pendidikan di Finlandia ini yang jauh banget antara Indonesia dengan Finlandia.

Serie : Bincang Pendidikan vol 1
By Indah Hendrasari
#Inspirasi_indah
#bincangpendidikan
#Finlandia
#Adab-menentukan-amal